Wednesday 2 September 2009

Ku bayar waktu 1 jam mu ini, Nak.

Pekanbaru, 12 Romadhon 1430 H (2 November 2009)

Ku bayar waktu 1 jam mu, Nak.


al kisah ...
seorang pemuda yang dibesarkan dengan belaian kasih ibu tercintanya.
setelah berajak usia produktif, muncul keinginan besar dari pemuda tersebut ingin mandiri dan membahagiakan ibunya.
wal hasil.. dengan kerelaan yang berat, sang ibu merelakan anaknya merantau ke negeri seberang yang konon perekonomiannya jauh diatas bangsa ini, apa lagi dibandingkan dengan ekonomi di kampungnya.

seiring waktu dan secara bertahap sang anak mengalami kesuksesan di rantau, kesuksesan yang disertai dengan kesibukan yang seimbang. Gajinya yang tergolong besar bahkan sangat besar jika dibanding dengan pembesar yang ada di negeri ini memang layak diterima sang anak jika dilihat dengan aktivitas dan kesibukannya.

keinginan untuk membahagikan ibunya di kampung tetap merupakan skala prioritasnya. Hampir tiap bulan sang anak memberi ibunya uang yang nilainya sangat besar. Sang ibu membuat kantong dari kain, setiap kali sang ibu mendapatkan uang kiriman anaknya, sang ibu menyimpannya di kantong kain tersebut.

waktu terus berlalu.., sudah bertahun tahun sang anak tidak pulang. uang kiriman sang anak sudah memenuhi isi kantong kain milik ibunya, tidak terhitung lagi jumlah bersihnya. yang jelas jumlahnya jauuuh melebihi gaji sang anak untuk tiap bulannya.

Pagi hari raya pun tiba...
ini adalah pagi hari raya ke 5 kalinya sang anak tidak pulang ke kampung halamannya. Sang ibu duduk sendirian dikursi santainya, secarik kertas yang bertuliskan sederet nomor terlihat erat digenggaman sang ibu, beberapa kali dibacanya, kemudian digenggamnya kembali. Dengan bantuan seseorang di kampungnya, sang ibu meminta untuk dapat berbicara kepada anaknya lewat beberapa digit nomor yang tercantum dikertas lusuh akibat eratnya genggaman.

Jauh dirantau sana, terdengar dering telpon selluler milik sang anak. Terlihat dilayar handphone beberapa digit nomor yang tidak dikenal.
komunikasi pun tersambungkan..
"siapa ini..??" kata anaknya.
"ini ibumu mau bicara", jawaban dari seseorang yang membantu ibunya tersebut yang sejurus kemudian memberikan ganggang telpon ke ibu pemuda tersebut.
ganggang telpon sudah ditangan sang ibu, untuk beberapa saat tidak ada kata yang bisa diucapkan sang ibu. akhirnya hanya sebait kalimat aja yang keluar dari mulut sang ibu saat itu.
"Bisa kau pulang walau untuk satu hari, Nak??". sejurus kemudian sang ibu langsung meletakkan ganggang telpon ke dudukannya semula, bersamaan dengan itu dari handphon sang anak langsung terdengar nada bit berulang-ulang yang menunjukkan putusnya komunikasi.

Sang anak sudah tidak bisa konsentrasi lagi saat itu, naluri sebagai seorang anak mencuat, sosok sang ibu langsung terlintas ditiap butiran darah yang mengaliri otaknya, otaknya benar-benar buntu untuk memikirkan apapun, yang ada dalam isi otaknya adalah "pulang dengan amat sangat segera".

Tanpa persiapan dan perencanaan apapun, sang anak membatalkan apapun yang menjadi agendanya hari itu. Dirinya segera menuju arah bandara dan menaiki pesawat yang paling cepat keberangkatannya hari itu menuju ibu kota propinsi dimana kampungnya berada. Dari ibu kota propinsi tersebut sang anak harus menaiki bus beberapa jam untuk sampai kekampung halamannya.



Tiba dikampung....
Lama sang anak berdiri di depan halaman rumah. sebuah rumah yang sudah lama ia tinggalkan dan terlihat sepi. Air matanya mengalir sebelum sosok ibunya terlihat olehnya, sang ibu yang sudah bertahun tahun ia tinggalkan. Sang ibu masih berada dikursi santainya, tidak ada kata-kata yang terlontar ketika itu melainkan hanya sembah sujud yang disertai isak tangis dan air mata sang anak. sementara sang ibu belum menampakkan reaksi apapun, belum terlihat butiran air mata yang merembes di pelupuk matanya. sikapnya masih sulit untuk ditebak ketika itu.

Beberapa menit kemudian...
situasi pun mereda, suasana sudah mulai sedikit kondusif untuk berbicara. Segala gejolak emosi yang tadinya tertahankan dan mendesak didada telah mulai mencair dan keluar beserta deraian air mata sang anak. Mereka berdua kemudian duduk dilantai dengan alas sebuah tikar pandan. Terlihat beberapa potong kue hari raya dan gelas minuman menghiasi jarak antara mereka berdua.

"berapa gaji kau sebulan nak..??", ibunya memulai pertanyaan.

Kemudian sang ibu beranjak dari tempat duduknya, menuju kekamarnya dan mengambil sebuah kantong kain yang berisi penuh dengan uang kiriman anaknya. Kemudian sang ibu duduk kembali ditempat duduknya semula yang berada tepat didepan anaknya. Kemudian ibunya berkata :

“Sekarang dengarkan ibu, nak.” Ibunya berkata dengan suara yang berat.
“Ibu mohon kepadamu untuk satu kali ini saja…” terdengar suara ibunya yang semakin berat, dan kemudian terlihat butiran air mata yang mulai merebes dipelupuk mata ibunya.
“engkau duduk disini selama 1 jam saja bersama ibu, dan ibu bayar waktumu ini dengan semua uang ini”.

*** SELESAI ****

Sesungguhnya yang membahagiakan seorang orangtua adalah ketika melihat jasad anaknya yang menjenguknya, bukan uang anaknya.

Bagi orangtua, satu jam bahkan kurang dari satu jam bersama anaknya jauh lebih bermakna dari seluruh kekayaan anaknya meskipun sang anak orang yang paling kaya diatas dunia ini.

Buat yang lagi merantau, buat yang sudah lama tidak menjenguk orangtuanya. Pulanglah…
Lihatkan senyumanmu kepada orangtuamu, izinkan mereka melihat puas wajahmu walau untuk satu detik saja.

• terinspirasi dari kisah yang diuraikan seorang ustad ketika mengisi santapan rohani romadhon malam tadi.

== icun bin abdullah ==

Comments
9 Comments

9 comments:

  1. pertamax
    terenyuh saya membacanya..

    pengin nangis rasanya (sayang bacanya diruang kantor_jadi ditahan2 airmatanya)

    Izin copas ya Akhi..

    salam

    Khaidir

    ReplyDelete
  2. @khaidir.
    thanks atas komen nya.
    diriku pun sama, waktu nulis tulisan ini ku lagi di tempat kerja, pengen nangis juga ketika menulis ( terutama pas memikirkan/menghayal gimana setting-an adegan kepulangan sang anak supaya agak seru ), tapi ditahan2 juga, soale rame orang sih.. :)

    dengan senang hati dan silahkan di copaz..

    == icun bin abdullah =

    ReplyDelete
  3. Gimana yang ngalami ya ?

    Nggak pernah jauh dari ortu sih...

    pas sekolah, nggak sampai 1/2 tahun sudah pulang
    Pas kerja dan keluarga, eee nebeng di lahan orang tua

    ReplyDelete
  4. Ihiks... ishikss...ihikszz
    sampe nangis... cuman sayang.. lagi asiknya menitikkan air mata, lagi asyik nya melamunkan cerita di atas (malam tadi jam 02.55 wita tgl 09-09-2009) tiba terjadi gempa bumi. He he he lamunanku tentang cerita di atas langsung buyar. Ana lagsung lompat..menuju kepintu. udah gitu mati lampu lagi tuh....

    ReplyDelete
  5. Sepertinya pernah baca, kalau tidak salah dari email. Ada juga tulisan yang mirip2 kisahnya. Tulisan Mas Icun sendiri, ya?

    ReplyDelete
  6. @cahcilik
    af1 baru balas.., soale sibuk bungeet belakangan ini.

    Ternyata setelah ku gooling dengan keyword "Ku bayar waktu 1 jam mu ini, Nak" terlihat beberapa blog yg COPAZ tulisan ini, ada yg langsung dari blogku, dan ada juga dari email group.
    Tulisan ini memang tulisanku, ide ceritanya dari kisah yg diuraikan ustad ketika santapan rohani. alur cerita, setting tempat, manuscript dan sebagainya ku olah sendiri. :)

    == icun bin abdullah ==

    ReplyDelete
  7. Assyalamualaikum syeh....numpang dicopy y ceritanya.....salam kenal abdurrahman ifan, FB q ifan jun....Maqomi dimana syeh....doakan ana tetap dalm usaha da'wah...coz dah sejuk ni...hehhe

    ReplyDelete
  8. @ifan : silahkan di copy, sekedar info, ini cerita mo diangkat menjadi salah satu cerita dalam sebuah buku kumpulan cerita yang akan diterbitkan dari salah seorang rekan yang tergabung dalam Forum Lingkar Pena.
    saya maqomi di pekanbaru halqoh panam, mudah2an Allah kekalkan kita dalam hidayahNya dan memilih kita sebagai pejuang agama Nya sampai mati, amiin.

    ReplyDelete
  9. Amin....jazakallah Syeh...antum di panam ya, kenal sama Affan ngk...itu nama hijrahnya, panggilan ny dulu chan or anto dulu kuliah dipadang...dia maqomi dipkan jg...klu ngk salah dipanam jg...

    ReplyDelete