Wednesday, 14 December 2011

Antara Oplet Dan Jodoh


Pekanbaru, 14 Desember 2011

Suatu kali, dimasa sekolahan dahulu, saya bersama dua orang teman bersepakat untuk naik oplet (angkutan umum) yang sama. Sebenarnya hal ini memang sudah menjadi kebiasaan kami bertiga sepulangnya dari sekolah. Namun hari itu berbeda dengan hari biasanya, sudah banyak oplet yang lewat dan singgah di persimpangan empat tempat kami menunggu. Satu persatu manusia yang berseragam sama dengan kami mulai meninggalkan persimpangan tersebut. Lebih 1 jam kami berdiri di persimpangan tersebut, sampai-sampai tidak ada lagi manusia berseragam seperti kami kecuali kami bertiga.

Sudah mulai pegal kaki ini berdiri, sudah habis pula bahan bicara, namun kami belum bisa memutuskan oplet mana yang akan kami tumpangi. Selalu saja ada alasan untuk tidak naik oplet yang singgah di persimpangan tersebut. Mulai dari alasan penuhnya penumpang, musiknya tidak enak, bodi opletnya kurang bagus, penumpangnya ngak ada yang cantik, dan sejumlah alasan lain selalu mengurungi niat kami atau salah seorang dari kami untuk menaiki oplet yang singgah di persimpangan tersebut. Waktu berlalu terus, dan kami bertiga masih berdiri di persimpangan tersebut. Terkadang terlihat jelas kekesalan diraut muka supir oplet ketika salah seorang dari kami yang sudah ingin menaiki oplet, namun yang lain menarik tangannya sambil berkata “ngak usahlah, yang lain aja”.

Sampai kepada puncak kelelahan, energi sudah mulai habis, waktu pun semakin senja. Keinginan yang muncul dalam kondisi tersebut adalah hanya satu, yakni “HARUS PULANG SEGERA”. Seolah-olah ketika itu, apapun yang menghalangi kami untuk pulang dengan segera, akan kami terjang. Tidak ada lagi kepedulian tentang bagaimana bentuk opletnya, tahun berapa rakitannya, siapa pun penumpang didalamnya, mau nenek-nenek yang kriput atau anak SD yang bau keringat, kami sudah tidak peduli lagi.

Wal hasil, dari kejauhan kami sudah lambaikan tangan kepada oplet yang bergerak mengarah kami, dan kami pun menaiki oplet tersebut dengan ikhlas se ikhlas ikhlasnya. Namun kami tidak bisa menahan ketawa sepanjang perjalanan kami di dalam oplet tersebut. Orang-orang didalam oplet tersebut hanya terheran-heran melihat kami. Tidak ada angin dan tidak ada ribut, tidak juga percakapan, yang ada hanya menahan tawa sekuat tenaga sepanjang perjalanan. Tiap salah satu dari kami mulai menahan tawa, yang lain pun akan ikut terimbas menahan tawa.

Tidak ada yang aneh di oplet tersebut yang membuat kami tertawa. Sebenarnya kami menertawakan diri kami sendiri, ternyata hasil yang kami perolah dari setumpuk pertimbangan dalam memilih oplet tersebut jatuh ke sebuah oplet yang diluar prediksi. Pilihan kami ternyata jatuh ke sebuah oplet yang memiliki standar dibawah oplet-oplet yang lewat sebelumnya, penumpangnya juga tidak ada yang menarik, jangankan untuk mendengar alunan musik, kotak speakernya juga tidak terlihat didalam oplet tersebut.

*** 

Hari ini ku berpikir sama saat melihat teman-teman dan orang-orang disekitarku yang masih setia dalam kesendiriannya. Sudah banyak lawan jenis yang mendekati, sudah sering pemuda atau pemudi yang memberi sinyal isyarat, namun tetap saja yang pertama dilihat adalah kelemahan atau kekurangan dari mereka. Setumpuk persyaratan telah disyaratkan dalam memilih. Satu persyaratan saja tidak terpenuhi langsung didiskualifikasi. Ia terus menunggu antrian berikutnya dengan harapan yang datang mampir berikutnya memenuhi hasrat hatinya. Menunggu dan terus menunggu dilakukannya, dan telah banyak yang datang dan pergi menghampiri, namun tetap saja ia mengharap sesuatu yang lebih baik yang akan datang berikutnya. Kemudian ia pun mulai lelah, energinya pun telah berkurang seiring bertambahnya umur. Hasrat pun semakin memuncak, tekanan semakin bertambah, mataharipun sudah meninggi pertanda sudah habis separuh hari, ketakutan tidak ada lagi yang antri semakin membesar, sampai suatu titik ia akan berkata “HARUS MENIKAH SEGERA”, tidak ada yang bisa menghalangi lagi, karena hasrat sudah sampai ke ubun-ubun. Tidak peduli dengan segala persyaratan yang ia telah tetapkan sebelumnya kecuali hanya sedikit, itu pun sekedar “Yang Penting Baik”.

Akhirnya ia pun menjatuhkan pilihan, sebuah pilihan yang diterimanya dengan ikhlas, bersama pilihannya tersebut ia melewati suka dan duka dalam hari-harinya, berbagi keceriaan bersama, saling mengisi kekurangan yang ada. Bersama pilihannya ia menjalani sisa-sisa hidupnya dengan bahagia. Sebuah kebahagian yang datang bukan karena terpenuhi segala persyaratan ketika dahulunya ia tetapkan, tetapi karena ia telah ikhlas akan garis hidupnya. Ia sadar bahwa apa yang dimilikinya saat ini adalah yang terbaik untuknya. Dalam perjalanan ia sadar, bahwa banyak kekurangan dalam dirinya, dan banyak hal yang ia pelajari dari pilihannya. Tidak ada kata penyesalan yang keluar, karena memang sudah tidak ada guna untuk menyesali yang telah ia lewati. Dalam kesendirian diheningnya malam hatinya berucap “dunia ini terlalu singkat untuk berlama-lama dalam menentukan pilihan, dan saya bersyukur walau terlambat, karena masih bisa menjatuhkan pilihan sebelum pilihan itu sudah habis. Karena mungkin saja, dia adalah antrian terakhir yang ALLAH datangkan, dan tidak ada lagi antrian dibelakangnya”.

== icun bin abdullah ==

Comments
4 Comments

4 comments:

  1. Cun, aku tau kenapa kamu memilih foto oplet yang tidak ada NOPOL nya.. , kamu takut dimintain royali iya? hehehe...

    ReplyDelete
  2. bang mndani5 : hehehe.., untung ada oplet panam yang tanpa NOPOL, klo gak terpaksa ku edit sikit fotonya agar tidak kelihatan NOPOLnya.

    ku udah baca licensinya. katanya :
    "Almost all images taken from Wikimedia Commons will be under some kind of free license (usually CC-BY, CC-BY-SA, or GFDL) or in the public domain."
    so... No royaliti. :D

    ReplyDelete
  3. Tu lh suke pilih2 oplet lg...hehee

    ReplyDelete
    Replies
    1. tak lagi nourma, ku sekarang naik sepeda motor, doakan diriku cepat dapat mobil ertiga ye... :)

      Delete