Thursday, 13 December 2007

Kisah Perjalanan ke Brastagi

Kebahagiaan dalam agama
Pekanbaru, 6 Desember 2007
Malam ini kuteringat sepenggal kisah perjalanan sewaktuku kuliah dahulu.
Dimasa liburan kuliah, kami mahasiswa Politeknik Negeri Medan melakukan perjalanan dakwah ke brastagi. Brastagi adalah sebuah kota wisata di propinsi sumatera utara. Brastagi terletak didataran tinggi, suhu yang sangat dingin dan angin yang senantiasa berhembus walau sepoi-sepoi tetap terasa sangat menyengat bagi kami yang tidak biasa tinggal didaerah dingin. Gunung kelud dan gunung sinabung tampak dengan sangat jelas menjulang dan indah dari brastagi. Masyarakat di sana 98% adalah suku karo atau batak karo, dan mayoritas adalah beragama kristen. Berdasarkan cerita yang pernah didengar, masyarakat disana dahulunya adalah masyarakat yang percaya akan hal-hal ghaib, yang disebut mabeghu. Tapi disebabkan Indonesia hanya mengakui 5 agama dan 1 aliran kepercayaan, sehingga masyarakat disana harus memilih agama yang ada. Hal ini menyebabkan tidak jarang ditemukan dalam satu keluarga dan satu rumah ada yang beragam kristen dan ada yang beragama islam.

Kami yang berjumlah 6 orang dengan menaiki bus sinabung berangkat dari kota medan ke brastagi, kursi bus sudah dipenuhi oleh penumpang.., untuk menunggu bus berikutnya butuh ekstra waktu dan ekstra kesabaran lagi. Akhirnya dengan kesepakatan bersama, kami dan beberapa penumpang yang lain duduk diatas atap bus. Duduk diatas bus bukan hal yang langka dalam perjalanan ke brastagi, karena rata-rata tiap minggunya ramai kelompok-kelompok anak muda pendaki gunung yang melakukan hal yang sama jika ingin mendaki gunung sinabung atau kelud.

Lebih kurang satu setengah jam melewati jalan yang berbelok-belok dan mendaki akhirnya kami tiba di kota wisata di tanah karo tersebut. Setiba dikota tersebut kami menaiki sedako (sebutan mobil angkutan disana) menuju sebuah desa kecil disana yang memakan waktu lebih kurang 30 menit. Tujuan kami adalah sebuah mesjid di desa tersebut. Dan akhirnya kami sampai kemesjid yang dituju. Disekeliling mesjid adalah orang-orang kristen, anjing atau babi menjadi binatang peliharaan yang tidak asing di rumah mereka.

Waktu sholat ashar tiba, kami baru bisa berkenalan dengan orang-orang islam ketika datangnya waktu sholat tersebut. Saya mulai terkesan ketika seorang laki-laki setengah baya berpakai sunnah memasuki mesjid, sebut aja namanya Abdullah, dalam pikiran saya “ditengah-tengah islam yang sangat minoritas disini, masih ada orang islam yang sungguh-sungguh menampakkan keislamannya.”. laki-laki tersebut kami minta untuk membantu kami selama sana.

Sebelum waktu magrib tiba, kami melakukan silaturrohim ke rumah-rumah orang islam di sekitaran mesjid tersebut dengan dibantu oleh abdullah. Seluruh rumah orang islam telah kami kunjungi dalam waktu yang hanya lebih kurang 30 menit saja. Maklumlah.., karena di sekitaran mesjid tersebut hanya beberapa orang aja yang beragama islam.

Waktu magrib tiba.., kami adakan ceramah agama tentang pentingnya iman dan amal sholeh.., beberapa penduduk yang kami undang ketika silaturrohim sebelum magrib tersebut ikut duduk mendengarkan.

Waktu isya tiba…, setelah makan malam, saya dan 2 orang teman lainnya berkunjung kerumah Abdullah.. sebuah rumah yang sangat tidak layak disebut rumah dalam hati saya. Rumah Abdullah berdindingkan ayaman kulit kayu.., angin yang berhembus terasa masuk melewati diantar celah-celah anyaman kulit kayu tersebut. Lebar rumah tersebut hanya sekitar 3 meter dan memanjang kebelakang. Begitu kami melangkah masuk kerumah. Ternyata lantainya masih tanah. Hanya beberapa kayu yang disusun dan sedikit ditinggikan menjadi alas duduk kami diruangan tamu yang super sempit tersebut. Dari pembicaran-pembicaraan yang kami lakukan, akhirnya kami mengetahui bahwa Abdullah ini adalah seorang perantauan didaerah tersebut. Kesehariannya dia bekerja bercocok tanam sayur dan buah yang lahannya milik seseorang dikampung tersebut. Hasil atau keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan dengan yang punya lahan. Dari hasil usaha inilah dia menghidupkan seorang istri dengan 2 anaknya yang masih kecil.

Kembali saya terkesan dengan Abdullah ketika buah-buahan segar dan air teh hangat dia suguhkan kepada kami. Minum teh hangat dihawa yang begitu dingin sungguh sangat nikmat sekali. Ia benar-benar memahami bagaimana seorang muslim memuliakan tamunya.

Terpikir dalam hati saya ingin memberi Abdullah semangat dalam menjalani hidupnya, memberi dia tausiyah agar tetap tabah dalam hidup, memberikan air penyejuk agar dia tidak merasa kecewa dengan Allah terhadap kehidupannya ini, dan sebagainya.. dan sebagainya…<

Belum sempat saya mengeluarkan apa yang saya pikirkan tersebut.., ternyata Abdullah telah medahului saya dalam memberi tausiyahnya. Saya masih ingat betul awal ucapannya ketika malam itu. “memang benar…, kebahagiaan hanya dalam agama” ucapnya kepada kami. Kemudian dia mulai bercerita..

Dahulu sebelum saya kenal dengan agama, belum bersungguh-sungguh menjalankan agama, saya habiskan waktu untuk perkara-perkara dunia, orientasi hidup hanya sebatas ingin memperbaiki kehidupan dunia saja, sehingga waktu dari pagi sampai sore habis di kebun. Sholat sering tidak tepat waktu bahkan ada yang tertinggal. Saya berpikir ketika itu.., makin banyak waktu saya dikebun makin banyak rezeki saya, sehingga saya bisa memperbaiki hidup.. dan saya bisa bahagia. Ternyata bertahun-tahun hidup saya tidak berubah…, sampai akhirnya Allah beri saya hidayah.., mulai saat itu waktu saya dikebun sudah banyak tersita dengan perkara agama. Sholat zuhur diawal waktu dan ashar diawal waktu plus sholat-sholat sunnat lainnya menghabiskan banyak waktu saya dibanding sebelumnya. Bahkan setiap bulannya dia khususkan waktu 3 hari untuk belajar dan mendakwahkan agama.

Walau waktu saya sudah lebih sedikit dibanding sebelumnya, tapi saya merasakan rezeki saya tidak pernah berkurang. Penghasilan saya tidak berubah seperti sebelumnya. Bahkan kami sekeluarga merasakan sangat bahagia. Sebuah perasaan yang belum kami dapat sebelumnya, sebuah perasaan yang kami pikir hanya akan kami sekeluarga peroleh jika sudah hidup mapan. sebenarnya rasa bahagia itu ada dihati, dan hati itu adalah milik Allah, Allah lah yang sebagai Muqollibal qulub (pembolak balik hati). Allah bisa memberikan rasa bahagia kepada seseorang baik dengan harta, tanpa harta, bahkan ketika kehilangan harta. karena Allah yang berkuasa disetiap hati-hati manusia. dan Allah telah janjikan kebahagian itu hanya dalam agamanya.
********

Kisah Abdullah ini telah memberiku sebuah pelajaran yang sangat berharga. Kisahnya ini seringku ceritakan ketika seseorang menyalahkan agama karena kemiskinan yang menimpa tetangga atau kenalannya yang bersungguh-sungguh dalam agama. “kalau mau beragama, kayalah dulu.., ini rumah aja masih ngontrak, penghasilan pas-pasan, udah sibuk mo dakwah sana dakwah sini”. Kisah ini sering saya ceritakan ketika berjumpa dengan orang yang beranggapan “ kalau saya udah kaya, saya baru tenang beragama, saya akan bersungguh-sungguh dalam agama, tapi klo hidup masih pas-pasan seperti ini, gimana mo sungguh-sungguh beragama”.

Sesungguhnya kebahagian, ketenangan, dan kejayaan seseorang Allah letakkan HANYA dalam amalan agama yang sempurna. Sejauhmana manusia mentaati Allah dengan cara yang ditunjukkan nabiNya, maka sejauh itulah kebahagiaan yang diperolehnya”

(Icun bin Abdullah bin dun bin bujang al-riau)

Comments
2 Comments

2 comments:

  1. dunia makin dikejar makin lari. jika akhirat dikejar, dunia akan datang & akhirat juga akan kita dapatkan.

    ReplyDelete
  2. Dunia adalaha sebujur raga yang tak bernyawa, permisalanya adalah seperti seorang pengendara yang tidur dibayangan sebuah pohon. kemudian pergi meninggalkan pohon tersebut.oleh karena itu jadilah kita di dunia ini seperti orang asing atau orang yang hanya sekedar singgah. org yg menyanjung ke hidupan dunia krn hidup yg menyenangkanya, ia akan mengumpat
    krn sedikit sj yg dia dapat ketika dunia lenyap menggumpal penyesalan di pundak manusia,namun ketika hinggap beribu yg dia pinta.

    ReplyDelete