Tuesday 4 March 2008

Tarikan 20 Pegangan 100









Pekanbaru, 4 Maret 2008 pukul 23.30 WIB

Fenomena anak muda didalam kecepatan


Secara teori yang pernah kita pelajari dibangku sekolah pada mata pelajaran fisika, bahwa hubungan antara kecepatan dan kestabilan pada sebuah benda yang bergerak adalah berbanding terbalik. Dengan artian bahwa semakin tinggi kecepatan sebuah benda maka semakin tidak setabil benda tersebut. Ketidakstabilan ini berakibat kepada semakin susahnya melakukan kontroling. Hal atau teori ini terlihat dan terasa sekali ketika kita mengendarai sebuah kendaraan bermotor roda dua. Disaat kita pada posisi kecepatan tinggi, maka akan kita rasakan semakin sulit mengontrolnya. Sedikit getaran terasa mempengaruhi kontroling kita terhadap kendaraan yang kita kemudi. Kecelakaan yang sering terjadi dijalan raya sering dikaitkan dengan perkataan “lepas kontrol”. sehingga para provider kendaraan pun ketika promosinya sering mengklaim kendaraan buatannya yang paling tinggi tingkat kestabilannya dan mereka buktikan dengan melakukan uji coba kendaraan pada kecepatan maksimal.

Untuk mengurangi ketidakstabilan ini maka orang-orang yang melakukan kebut-kebutan dijalan akan melakukan pengecilan jarak antara dirinya dengan kendaraan. Dengan kata lain pengendara berusaha menyatu dengan kendaraan yang dikendarai. Hal ini bisa dilakukan dengan membungkukkan badan mendekati bodi kendaraan, memegang kendaraan dengan kuat, menempelkan kaki dengan bodi kendaraan seperti posisi memeluk bantal guling. Dan kalau ada orang yang dibonceng, maka orang tersebut harus berusaha menyatu dengan sipengemudi, ini biasanya dilakukan dengan cara mendekatkan jarak / posisi duduk dengan pengemudi, bahkan harus merangkul/memeluk pengemudi jika dalam kecepatan yang sangat tinggi.

Tidak seperti pengendara yang sedang membawa sepedamotornya dengan perlahan. Tidak harus sampai membungkuk, tidak harus megang dengan sangat kuat, bahkan lepas tangan satu pun tidak masalah. Kalau berboncengan, maka yang dibonceng tidak harus begitu rapat dengan pengemudi.

Tapi semua yang saya sebutkan diatas tidak berlaku untuk kehidupan muda mudi saat ini. Ketika mereka berkendaraan berboncengan berdua, yang terlihat adalah perilaku seolah-olah dalam kecepatan yang sangat tinggi. Padahal kendaraan mereka berjalan dengan kecepatan yang sangat rendah. Tapi pemudi yang dibonceng melakukan aksi layaknya sedang berada pada kecepatan yang sangat tinggi. Inilah yang saya sebut dengan fenomena ”Tarikan 20 pegangan 100” . maksudnya adalah, kendaraan yang pemuda bawa hanya berkecapatan 20KM/jam, tapi pemudi yang dibonceng dibelakangnya memegang (baca : memeluk) pemuda itu layaknya sedang berkelajuan 100 KM/jam. Sebuah fenomena yang bertolak belakang dengan teori fisika yang saya kemukan diatas.

Mungkin ada teori lain yang bisa menjawab hal ini. Atau untuk kasus ini, teori diatas perlu dilakukan penelitian lagi dengan melibatkan instrument-instrusment lain dan memperhatikan variabel-variabel lain yang mempengaruhi. Kalau teori diatas hanya melibatkan dua variabel, yakni kecepatan dan kestabilan, mungkin perlu ditambahkan satu variabel lagi yakni keimanan. Tiga variabel ini yang nantinya bila digambarkan di sebuah grafik akan bertemu pada sebuah titik yang disebut titik optimal .

Tapi bagaimanapun.., apapun teorinya, apapun alasannya.., kondisi ini sudah sangat parah. Kesalahan ini sebenarnya bukan berpangkal dari awal mereka menaiki kendaraan tersebut. Tapi kesalahan yang lebih fatal adalah dukungan orang tua terhadap perilaku ini. Seorang pemuda begitu mudahnya membawa seorang anak gadis dimalam hari.
Kalau dizaman dahulu, seorang pemuda ketakutan dan sangat segan berjumpa dengan seorang gadis bahkan dirumah sang gadis itu sendiri. . Maka dizaman ini anak gadis begitu mudahnya dibawa kemana-mana didepan mata orangtua gadis itu sendiri. Bukan hanya didepan mata, bahkan sudah sampai melanggar bantang hidung orangtua tersebut. Yang lebih anehnya lagi. Anak gadisnya tidak lebih dari sekedar sebungkus gorengan. Ini terbukti dari ucapan para ibu-ibu ketika melepaskan anak gadisnya ;
Pemuda ” bu.. saya bawa bunga dulu ya..???”
Ibu “ iya nak, jangan lupa bawa gorengan pulangnya ya...??”

Anak gadisnya tidak lebih dari sekantong plastik yang berisi gorengan. Untuk semua pembaca ketahui, perkataan atau istilah yang paling sering digunakan pemuda sewaktu temannya menanyakan ”mau kemana..???” kepada temannya ketika mau meng-apel atau kencan, atau berkunjung atau malam mingguan ketempat seorang wanita adalah ”mau minta jatah”. Orang yang masih normal pasti tau apa makna dari sepenggal kata itu.

Saya heran.. kemana para orangtua sekarang ini dimasa mudanya ya..?? apakah mereka tidak pernah muda dahulu.., sehingga mereka tidak tau bagaimana psikologis seorang pemuda, bagaimana tingkat kegairahan, kenakalan, obsesi, orientasi, prilaku, hasrat dan sebagainya.. dan sebagainya... Atau mungkin orang tua sekarang menganggap hal ini merupakan kewajaran, dan andai bisa mereka ingin muda kembali dan ikut melakukan hal yang hina seperti anak-anaknya. Sehingga mereka begitu support terhadap anaknya.

Perumpamaan bunga dan kumbang.
Saya sangat kagum terhadap perumpaman yang dibuat oleh orang-orang dahulu. Bunga bagi wanita dan kumbang bagi laki-laki.

Filososi sekuntum bunga.
Bunga tidak bisa kemana-mana, dia terikat dengan pucuk ranting yang mengikatnya. Sementara bunga berhasrat kepada kumbang. Untuk itu bunga meghiasi dirinya dengan warna-warna yang indah, sehingga sangat jelas terlihat dan sangat menawan. Dari kejauhan daya tarik warna bunga memancing kumbang untuk datang kearahnya. Tidak cukup dengan itu, bunga mengeluarkan bau yang wangi dari dirinya, sehingga walau belum kelihatan, tapi kumbang sudah bisa mencium bahwa ada sekuntum bunga yang tidak begitu jauh dari posisinya. Dari kejauhan harum semerbak wangi bunga memancing kumbang untuk datang kearahnya.

Filosifi kumbang.
Kumbang mempunyai sayap yang dengannya kumbang bebas kemanapun yang dia sukai. Kegemaran sang kumbang adalah mencari madu. Kumbang mempunyai bau yang khas yang mengidentifikasikan dirinya sendiri. Bau khasnya digunakan sebagai penanda keberadaanya. Sebagaimana binatang hutan lainnya, bau khas tersebut digunakan untuk menunjukkan keberadaan diri, lokasi/area kekuasaan, atau sekedar tanda bahwa dirinya sudah pernah sampai di tempat tersebut.
Kumbang yang menghampiri sekuntum bunga melakukan hal yang serupa. Setiap kali ia menghampiri bunga, maka ia akan meninggalkan bau khasnya pada bunga tersebut meskipun dia tidak sampai menghisap madu bunga tersebut, sehingga siapapun setelah dia yang menghampiri bunga itu kemudian, maka akan mengetahui bahwa bunga tersebut sudah pernah dijamah oleh kumbang lain. Dan kumbang itu akan segera meninggalkan bunga itu untuk mencari bunga yang lain, karena dia berasumsi bahwa bunga itu sudah dihisap madunya. Kumbang akan bangga bila dialah orang pertama yang menghampiri sekuntum bunga. Dan akan sangat kecewa bila bunga yang dihinggapinya ada bau kumbang lain sebelumnya.

Untuk itu.. wahai para bunga...., jadilah sekuntum bunga.... buat kumbang yang akan mendampingimu sampai layumu bangga terhadapmu, bangga memilikimu.

Untuk itu... bagi yang diamahkan sekuntum bunga.., jaga baik-baik bunga yang diamahkan kepadamu. Pilih kumbang yang terbaik untuk kamu serahkan kepadanya bungamu itu. Jangan serahkan bungamu kepada kumbang sampai dia berhak menerimanya.

Untuk para kumbang..., jaga bunga yang kamu cinta..., jangan kamu kotori dengan tanganmu sendiri.., muliakan dia dengan jagaanmu... tidak pantas seorang penjaga merusak barang jagaanya..., berpuasalah sampai tiba saatnya berbuka.., nikmati madunya disaat berbuka itu tiba...

icun bin abdullah bin dun bin bujang al-riau

Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment