Friday, 24 January 2014

Lampu Merah

Lampu merah pun menyala, terlihat seorang lelaki tua menawarkan koran kepada seorang bapak yang duduk di dalam mobil cantik. Terlihat wajah lelaki tua tersebut begitu cerah, senyumnya pun sumringah, seolah tanpa beban,  walau hanya mengenakan topi yang lusuh dan pakaian yang buram warnanya. 

Terlihat dari balik jendela mobil yang bening, pakaian dan rambutnya sangat cerah dan rapi, namun bapak yang duduk di mobil cantik tersebut tidak mampu menutupi  wajah kusutnya, tatapan hanya fokus pada lampu merah, senyum hambar ia berikan kepada lelaki tua yang menawarkan koran tanda ia tidak berminat untuk membelinya, mungkin ia punya setumpuk pekerjaan yang menanti, atau ada beban lain yang menyelimuti.

Bahagia itu di hati.., bukan pada apa yang kita miliki.
Kesenangan mungkin bisa dibeli, tapi ketenangan datangnya dalam diri.
Gumamku…

Lampu Merah

Kenapa orang sering menyebutnya “lampu merah”, bukankah masih ada dua warna lainnya, kuning dan hijau?. Mungkin karena warna merah lebih dominan dibanding yang lain, atau lampu merah terletak paling atas dibanding dua lampu lainnya, atau warna merah lebih lama hidupnya dibanding yang lain.

Secara psikologi mungkin lampu merah merupakan satu-satunya lampu yang membuat orang kesal, lampu yang tidak diinginkan keberadaan hidupnya, sehingga lebih melekat dihati. “Uhh.. kena lampu merah pulak ni, padahal mau cepat…” gumam dalam hati.

 Hmmm… itulah kita manusia, sering melihat apa yang kita kesalkan, lebih lekat dihati apa yang tidak kita sukai, sehingga hal-hal tersebut lebih sering ditonjolkan ketika berbicara. Padahal masih ada dua lampu yang kita sukai akan keberadaan hidupnya, namun lenyap tenggelam dalam pembicaraan.


nb : Inspirasi lampu merah di pertigaan kota panam pagi ini … Pekanbaru, 25 Januari 2014

== icun bin abdullah ==

Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment